VARIASI DAN PERBEDAAN INDIVIDU PESERTA DIDIK
Dalam
proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang
menempai posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpan
perhatian dalam semua proses transformasi yang di sebut pendidikan. Sebagai
salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik ssering di
sebut sebagai raw material (bahan mentah).
Dalam
prespektif pedagogis, peserta didik di artikan sebagai sejenis makhluk “homo
educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam pengertian ini, peserta
didik di pandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten,
sehinga di butuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikanya agar ia
dapat menjadi manusia suaila yang cakap
Dalam
prespektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang ada dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya
masing-masing. Sebagai individu yang tengah berkembang, peserta didik
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju je arah titik optimal
kemampuan fitrahnya (arifin, 1996).
Dalam
presfektif undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 pasal 1
ayat 4, “peserta didik di artikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis
pendidika tertentu.”
Berdasarkan
definisi tentang peserta didik yang di sebutkan di atas dapat di simpulkan
bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya:
1. Peserta
didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi-potensi yang khas ini perlu di
kembangkan dan di aktualisasikan sehinngga mampu mencapai tahap perkembangn
yang optimal.
2. Peserta
didik adalah individu yang sedang berkembang . artinya peserta didik tengah
mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya secara wajar, baik yang di tujukan
kepada diri sendiri maupun yang di arahkan pada penyesuaian denga lingkunganya.
3. Peserta
didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan
manusawi. Sebagai individu yang sedang berkembang, maka proses pemberian
bantuan dan bimbingan perlu mengacu pada tingkat perkembanganya.
4. Peserta
didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam
perkembanganya peserta didik memiliki kemampuan untuk berkembang ke arah
kedewasaan. Di samping itu, dalam diri peserta didik juga terdapat
kecenderungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan terhadap orang lain.
Karena itu, setahap demi setahap orang tua atau pendidik perlu memberikan keempatan
kepada peserta didik untuk mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan
kepribadianya sendiri.
Disamping
itu, ada juga beberapa perbedaan yang mendasar antara setiap individu peserta
didik. Dikatakan bahwa setiap anak adalah unik. Keika kita memperatikan
anak-anak di dalam ruang kelas, kita akan melihat perbedaan individual yang
sangat banyak. Bahkan anak-anak dengan latar belakang usia hampir sama, akan
memperhatikan penampilan, kemampuan, tempramen, minat dan sikap yang sangat
beragam.
Dalam
kajian psikologi, masalah individu mendapat perhatian yang besar, sehingga
melahirkan suatu cabang psikologi yang di kenal dengan individual psychology,
atau differential psychologi yang di kenal dengan individual psyvhology, atau
differential psychology, yang memberikan perhatian besar terhadap penelitian
teentang perbedaan antar individu. Ini di dasarkan atas kenyataan bahwa di
dunia ini tidak ada yang persis sama. Bahkan anak kembar sekalipun masih di
temukan adanya beberapa dimensi perbedaan di antara keduanya.
Dalam
tinjauan psikologis islam, perbedaan individual tersebut di pandang sebagai
realitas kehidupan manusia yang sengaja di ciptakan allah untuk dijadikan bukti
kebesaran dan kesempurnaan ciptaa-Nya. Ketika menjelaskan tentang proses
pencipataan, dalam surah al mu’minun ayat 12-14, alllah telah memberi isyarat
akan perbedaan individual ini.
“dan
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari satu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan sripati itu air mani (yang di simpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segmpal darah
itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulan-
belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka sucilah ALLAH, pencipta yang
paling baik “, (QS. Al-muminuun [23]: 12-14).
Kata-kata
“makhluk (bentuk) lain “ (khalaqan akhar)yang terkandung dalam ayat di atas
mengindikasikan betapa manusia sebagai makhluk individu memiliki ciri-ciri
khas, yang beda satu sama lain. Sejak zaman nabi adam, manusia pertama di
ciptakan allah, hingga saat ini tidak di temukan seseorang dalam bentuk persis
sama , meskipun masih dalam keturunan yang satu.
Jadi
setiap manusia, apakah ia berada dalam suatu kelompok ataukah seorang diri, ia
disebut individu. Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai perseorangan
atau persona. Sebagai orang perorangan, individu memiliki sifat-sifat atau
karakteristik yang menjadikanya berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan
inilah yang di sebut dengan perbedaan individual (individual differences).
Ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik
individual ini dapat berupa karakteristik bawaan sejak lahir dan dapat pula
berupa karakteristik yang di peroleh dari hasil lingkungan. Seorang bayi yang
baru lahir misalnya, merupakan perpaduan dari dua garis keturunan, keturunan
ayah dan keturunan ibu. Sejak masa konsepsi awal di dalam kandungan ibu, secara
berkesinambungan ia di pengaruhi oleh bermacam-macam faktor lingkungan yang
merangsang. Masing-masing peran tersebut, baik secara terpisah maupun secara
bersama-sama dengan perangsang yang lain, mempengaruhi perkembangan
potensi-potensi biologis, pada giliranya menjelma menjadi pola tingkah laku yag
dapat mewujudkan seseorang menjadi individu yang berkarakteristik berbeda
dengan individu-idividu yang lain.
Secara
umum, perbedaan individual dapat atas dua, yaitu perbedaan secara vertikal dan
perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam
aspek jasmaniah, seperti bentuk, tinggi, brsar, kekuatan, dan sebagainya.
Sedangkan perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental,
seperti : tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, tempramen, dan lain
sebagainya. Berikut ini akan di uraikan beberapa aspek perbedaan individu
peserta didik tersebut.
1.
Perbedaan
Fisik-Motorik
Perbedaan
individual dalam fisik tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh
pancaindra, seperti : bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata atau
rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkkan juga mencakup
aspek-aspek fisik yang tidak di amati melalui pancaindra, tetapi hanya dapat di
ketahui setelah di adakan pengukuran, seperti usia, kekuatan badan atau
kecepatan lari, golongan darah, pendengaran, penglihatan, dan sebagainya.
Aspek
fisik lain dapat di lihat dari kecakapan motorik, yaitu kemampuan melakukan
koordinasi kerja sistem syaraf motorik yang menimbulkan reaksi dalam bentuk
gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat, sesuai antara rangsangan dan
responssnya. Dalam hal ini, akan di temui ada anak yan cekatan dan terampil,
tetapi ada juga anak yang lamban dalam mereaksi sesuatu.
Perbedaan
aspek fisik juga dapat di lihat dari kesehatan peserta didik, seperti kesehatan
mata, telinga, yang berkaitan langsung dengan penerimaan materi di kelas. Dalam
hal kesehatan mata misalnya, akan di temui adanya peserta didik yang mengalami
gangguan penglihatan, seperti : rabun jauh, rabun dekat, rabun malam, buta
warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan teliinga, akan di temui
adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan pada saluran liang telinga,
ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulag-tulang pendengaran, dan
sebagainya.
2.
Perbedaan
Intelegensi
Intelegensi
adalah salah satu kemampuan mental, pikiran antara intelektual dan merupakan
bagian dari proses-proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara
umum intelegensi dapat di pahami sebagai kemempuan untuk beradaptasi dengan situasi baru
secara cepat dan efektif, kemampuan ntuk menggunakan konsep yang abstrak
secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempeajari dengan
cepat.
Dalam
proses pendidikan di sekolah, intelegensi di yakini sebagai unsur penting yang
sangat menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Namun intelegensi
merupakan salah satu aspek perbedaan individual yang perlu di cermati. Setiap
peserta didik memiliki intelgensi yang berlainan. Ada anak yang memilliki
intelegensi tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengetahui tinggi rendahanya
intelegensi peserta didik, para ahli telah mengembangkan instrumen yang di
kenal dengan “tes intelegensi”, yang
kemudian lebih populer dengan istilah intellegence quotient, di singkat IQ. Berdasarkan hasil tes
intelegensi ini, peserta didik dapat di klasifikasi sebagai berikut :
a.
Anak genius
|
IQ di atas 140
|
b.
Anak pintar
|
110-140
|
c.
Anak normal
|
90-110
|
d.
Anakkurangpintar
|
70-90
|
e.
Anak debil
|
50-70
|
f.
Anak dungu
|
30-50
|
g.
Anak idiot
|
IQ di bawah 30
|
Sejumlah hasil penelitian menujukan
bahwa prasentase orang yang genius dan idiot sangat kecil, dan yang terbanyak
adalah anak normal. Genius adalah sifat bawaan yang luar bisa yang dimiliki
seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan orang-orang bisa dalam bentuk
pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pandir adalah penderita lemah
otak, yang memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan kkecerdasan anak yang
berumur tiga tahun (mursal, 1981).
Dengan adanya perbedaan individual dalam
aspek intelegensi ini, maka guru di sekolah akan mendapati anak dengan
kecerdasan yang luar biasa, anak yang mampu menyelesaikan masalah dengan cepat,
mampu berfikir abstrak dan kreatif. Sebaliknya, guru juga akan menghadapi
anak-anak yang kurang cerdas, sangat lambat dan bahkan hampir tidak mampu
mengatasi satu masalah yang mudah sekalipun.
3.
Perbedaan
Kecakapan Bahasa
Bahasa
merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting proses belajar di
sekolah. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah
fikiranya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang bermakana, logis dan
sistemaatis.
Kemampuan
berbahasa anak berbeda-beda, ada anak yang dapat berbicara dengan lancar,
singkat dan jelas, tetapi ada pula anak yang gagap, berbicara berbelit-belit
dan tidak jelas.
Perbedaan
individual dalam perkembangan dan kecakapan bahasa anak ini menjadi wilayah
pengkajian dan penelitian yang menarik bagi sejumlah psikolog dan pndidik.
Banyak penelitian eksperimental telah di lakukan untuk menemukan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam penguasa bahasa anak. Dari
sejumlah hasil penelitian tersebut di ketahui bahwa faktor nature dan nurture
(pembawaan dan lingkungan) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak .
berhubungan faktor-faktor nature dan nurture individu itu bervariasi, maka
pengaruhnya terhadap perkembangan bahasa juga bervariasi. Karena itu, tidak
heran kalau antara individu yang satu dan individu lainnya berbeda dalam
kecakapan bahasanya. Perbedaan kecakapan bahasa anak ini sangat di pengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti faktor kecerdasan , pembawaan, lingkungan, fisik,
terutama organ bicara dan sebagainya.
4.
Perbedaan
psikologis
Perbedaan
individual peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak yang
mudah tesenyum, ada anak yang gampang marah, ada yang berjiwa sosial, ada yang
sangat egoistis, ada yang cengeng, ada yang pemalas, ada yang rajin, ada yang
pemurung, dan sebagainya.
Dalam
proses pendidikan di sekolah, perbedaan aspek psikologisnya ini sering menjadi
persoalan, terutama aspek psikologis yang menyangkut masalah minat, motivasi
dan perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran yang di sajikan oleh
guru. Dalam penyajian suatu materi pelajaran guru sering menghadapi kenyataan
betapa tidak semua peserta didik yang mampu menyerapnya secara baik. Realitas
ini mungkin di sebabka oleh cara penyampaian guru yang kurang tepat atau
menarik, dan mungkin pula disebabkan oleh faktor psikologis peserta didik yang
kurang memperhatikan. Secara fisik mungkin terlihat bahwa perhatian peserta
didik terarah pada pembicaraan guru. Namun secara psikologis, pandangan mata
atau kondisi tubuh mereka yang terlihat duduk dengan rapi dan tenang belum
dapat di pastikan bahwa mereka memperhatikan semua penjelasan guru . bisa saja
pandangan mata anak hanya terarah pada gerak, sikap dan gaya mengajar guru,
tetapi dalam pikiranya terarah pada masalah lain yang lebih menarik minat dan
perhatianya.
Persoalan
psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit di pahami secara tepat,
sebab menyangkut apa yang ada di dalam jiwa dan perasaan peserta didik.
Meskipun demikian, bukan berarti seorang guru mengabaikan begitu saja. Tanpa
berusaha untuk memahaminya. Guru di tuntut untuk mampu memahami fenomena-
fenomena psikologis peserta didik yang rumit tersebut. Salah satu cara yang
mungkin dilakukan dalam menyelami aspek psikologis peserta didik ini adalah
dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Guru harus
menjalin hubungan yang akrab dengan peserta didik, sehingga mereka mau
mengungkapkan isi hatinya secara terbuka. Dengan cara ini memungkinkan guru
untuk dapat mengenal siapa sebenarnya peserta didik sebagai individu, apa
keinginan-keinginannya, kebutuhan- kebutuhan apa yang aingin dicapainya ,
masalah-masalah apa yang tengah di hadapinya , dan sebagainya. Dengan mendekati
dan mengenal peserta didik secara mendalam, guru pada giliranya dapat mencari
cara-cara yang tepat untuk memberikan bmbingan dan membangkitkan motivasi
belajar mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar