Rabu, 28 Desember 2016

FILOSOFI RENDANG MINANG


FILOSOFI RENDANG MINANG

Bagi Anda penikmat masakan Padang, kelezatan rendang adalah sesuatu yang tidak perlu ditanyakan lagi. Sebagai icon−menu andalan−rumah makan Padang, selain sambal ijo tentunya, rendang begitu digemari oleh semua kalangan penikmat kuliner di negeri ini. Bahkan, tidak hanya di Indonesia, kelezatan makanan khas orang Minang ini juga popular di luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Mungkin pula sedikit di antara Anda yang tahu, kalau baru-baru ini rendang menjadi satu-satunya makanan khas Indonesia yang masuk dalam daftar 50 makanan terenak di dunia versi CNN.
Berdasarkan hasil poling yang dilakukan oleh CNN di situs jejaring sosial, rendang menempati posisi ke 11 sebagai makanan terenak di dunia. Kelezatan makanan berbahan utama daging sapi dan santan ini berhasil mengalahkan kelezatan Kebab Turki, Lasagna Italia, Fajitas Meksiko, dan Pho Vietnam. Meskipun lezat itu adalah sesuatu yang relatif−lidah orang beda-beda−hal ini tentu merupakan prestasi yang patut membuat kita bangga, terkhusus lagi orang Minang. Lebih dari sekedar makanan lezat Di balik rasanya yang begitu lezat, seperti umumnya makanan tradisional Indonesia, rendang ternyata mimiliki nilai-nilai filosofi yang cukup menarik. Dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, rendang memiliki posisi yang sangat terhormat. Tidak mengherankan kalau makanan ini menjadi hidangan utama bagi orang Minang ketika menjamu tamu istimewa.
Bagi masyarakat Minang, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rendang seperti daging sapi (dagiang), kelapa (karambia), cabe (lado), dan aneka bumbu lainnya (pemasak) merupakan simbolisasi dari budaya musyawarah dalam masyarakat Minang yang melibatkan empat unsur pokok, yakni Niniak Mamak (para pemimpin suku adat) yang dilambangkan dengan daging sapi, Cadiak Pandai (cerdik pandai) yang dilambangkan dengan kelapa, Alim Ulama yang tegas dalam mengajarkan agama dilambangkan dengan cabe yang pedas, serta seluruh masyarakat Minang yang dilambangkan oleh bumbu lainnya. Itulah rendang, salah satu makanan terenak di dunia yang tidak hanya lezat di lidah, tetapi juga kaya akan nilai-nilai budaya. Mengajarkan kepada kita bahwa dengan musyawarah akan lahir keterpaduan−rasa−yang nikmat, meskipun dalam keberagaman. Sesuatu yang kian hilang di negeri ini.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar