PANDANGAN
PERENIALISME TERHADAP PENDIDIKAN
Perenialisme
berasal dan kata perenial yang diartikan sebagai continuing througbout the
whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal dan dapat
berarti pula tiada akhir. Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini
mengambil analogi realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga
yang terus menerus mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna
secara tetap sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala
dari musim ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah
merupakan benang dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad
pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan
zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah
lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk
kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan
yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Aliran
perenialisme merupakan salah satu kajian filsafat pendidikan. Filsafasat perenialisme pendidikan mengemukakan bahwa situasi dunia saat ini penuh
dengan kekacauan dan ketidakpastian serta ketidakteraturan terutama dalam tatanan
kehidupan moral,
intelektual, dan sosiokultural, untuk
memperbaiki keadaan ini dengan kembali kepada nilai nilai atau prinsip umum
yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu abad pertengahan yang mana aliran perealisme
membicarakan tentang nilai kebenaran,nilai ini sudah ada pada setiap budaya
yang ada pada masyarakat.
Ciri Utama memandang
perenialisme bahwa keadaan sekarang adalah zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpang
siuran, berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk
mengaman lapangan moral,inteltual dan lingkungan sosial kultural yang
lain,ibarat kapal yang akan berlayar zaman memerlukan pangkalan dan arah tujuan
yang jelas .
Kondisi dunia yang terganggu oleh
budaya yang tak menentu yaang berada dalam kebingungan dan kekacauan seperti
diungkapkan diatas, maka dengan ini memerlukan usaha serius untuk menyelamatkan
manusia,dari kondisi yang mencekam dengan mencari dan menemukan orientasi dan
tujuan yang jelas,dan ini adalah tugas utama filsafat pendidikan.perenialisme
dalam hal ini mengambil jalan regresif dengan mengembalikan arahnya seperti
yang menjadi prinsip dasar perilaku yang dianut pada masa kuno dan dan abad
pertengahan.
Motif perenialisme dengan mengambil jalan regresif bukanlah
hanya nostaligia atau rindu akan nilai nilai lama untuk diingat atau dipuja,melainkan
berpendapat bahwa nilai tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembaangunan
kebudayaan abad ke dua puluh.prinsip prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu
itu terkandung dalam sejarah.
Prinsip mendasar perenialis kemudian
dikembangkan pula oleh Sayyed Husein Nasr seorang filsuf islam kontemporer yanh
mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah yang sama yang berpangkal pada asal
kejadiannya yang fitri yang memiliki konsekuensi logis pada watak kesucian dan
kebaikan.perenialisme dalam konteks Sayyed Husein Nasr terlihat hendak
mengembalikan kesadaran manusia akan hakikatnya yang fitri akan membuatnya berwatak
kesucian dan kebaikan.
Dalam perjalanan
sejarahnya,perenialisme berkembang dalam dua sayap yang berbeda yaitu golongan
teologis yang ingin menegkkan supremasi
ajaran agama dan dari kelompok
yang skuler yang berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato Dan Aristoteles.
Bagaimana
dengan pandangan aliran perenialisme dalam pendidikan? pendidikan menurut
aliran perenialisme dipandang sebagai Education
As Cultural Regression yaitu pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang
seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal.
Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam
kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut.
Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal
dan abadi.
Robert
M. Hutchins dalam Jalaluddin Abdullah (2007:116) mengemukakan “Pendidikan
mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah kebenaran, kebenaran di mana pun
dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan di mana pun
pendidikan adalah sama”. Selain itu pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
Dan tujuan pendidikan berdasarkan pandangan perenialisme adalah untuk
mewujudkan peserta didik untuk hidup bahagia demi kebahagiaannya sendiri.
Dengan mengembangkan akalnya maka akan dapat mempertinggi kemampuan
berpikirnya. Pendidikan membantu anak menyingkapi dan menanamkan
kebenaran-kebenaran hakiki, oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal
dan konstan, maka kebenaran-kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan
pendidikan yang murni. Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan
sebaik-baiknya melalui :
a.
Latihan
intelektual secara cermat untuk melatih pikiran.
b.
Latihan
karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
Dalam
pandangan aliran perenialisme murid merupakan makhluk yang dibimbing oleh
prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia
biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai
kepada subyek didik, mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan
tindakan kritis terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Pendidikan
meurut paham perenialisme bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia
yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia
yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual, intelektual, imajinatif,
fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan
mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
Proses
pembelajaran dalam sisitem pendidikan yang dianut oleh aliran perenialisme yaitu latihan
dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah
kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme
terutama:
a. Mental
dicipline sebagai teori dasar
Menurut
Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu
kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena
program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
b. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas
berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas
berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan
pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya
dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu
aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
c. Learning to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat
dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya
dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan
membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan
pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah
menengah dan pendidikan tinggi.
d. Belajar
sebagai persiapan hidup
Belajar
untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan
kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk
berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika,
sosial politik, ilmu dan seni.
e. Learning
through teaching
Dalam pandangan Perenialisme, tugas
guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga
sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru
mengembangkan potensi – potensiself discovery, dan ia melakukan otoritas
moral atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki
kualifikasi dan superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru
harus mempunyai aktualitas yang lebih.
Jadi, dari paparan diatas
dapat disimpulkan bahwa pandangan aliran filsafat perenialisme terhadap
pendidikan menekankan pada aksiomatis
zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep
filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Mengapa demikian? karena ada
pembelajaran pada bagian-bagian tertentu yang ada di zaman kuno dan abad
pertengahan yang bisa dikembangk dan akan menjadi bekal dalam penimplementasian
pendidikan di masa sekarang. Proses pembelajaran dalam sistem pendidikan yang
dianut oleh aliran perenialisme yaitu
latihan dan disiplin mental yang bertujuan untuk membentuk siswa yang baik
dalam berfikir maupun bersikap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar