FILSAFAT HEGEL
George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) adalah
filsuf Jerman yang dikenal sebagai pendiri idealisme moderen. Pokok-pokok
pemikirannya sangat beragam dan mempengaruhi banyak filsuf sesudahnya, mulai
dari Karl Marx hingga mazhab Frankfurt dengan tokoh utama Theodor Adorno, Max
Horkheimer dan Herbert Marcuse.
Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak idealisme Jerman. Filsafatnya
banyak di inspirasikan oleh Imanuel Kant dengan filsafat ilmunya ( filsafat
dualisme), Kant melakukan pengkajian terhadap kebuntuan perseteruan antara Empirisme dan Rasionalisme,
keduanya bagi Kant terlalu ekstrem dalam mengklaim sumber pengetahuan.
“Revolusi Kantian” kemudian berhasil menemukan jalan keluarnya.
Hegel yang pada awalnya sangat terpengaruh oleh filsafat Kant tersebut
kemudian menemukan jalan keluarnya melalui kontemplasi yang terus menerus.
Ketertarikan Hegel sejak awal pada metafisika, meyakinkannya bahwa ada ketidak
jelasan bagian dunia, bagi Bertrand Russell pemikirannya kemudian merupakan
Intelektualisasi dari wawasan metafisika. Pada garis besarnya sesuai dengan
perkembangan Roh, maka sistem filsafat Hegel dapat dibagi kepada tiga pokok
utama:
Pertama, tahap ketika Roh berada dalam keadaan “ada
dalam dirinya sendiri”, filsafat yang membicarakan Roh dalam posisi semacam ini
disebut dengan logika. Logika yang memandang Roh yang memandang Roh dalam
dirinya yang bebas dalam batas ruang dan waktu.
Kedua, tahap ketika Roh berada dalam keadaan
“berbeda dengan dirinya sendiri”. Roh disini sudah diluar dirinya atau terasing
dari dirinya Hegel menyebut sebagai pembahasan filsafat alam.
Ketiga, tahap dimana Roh kembali pada dirinya
sendiri, ringkasnya Roh berada dalam keadaan “dalam dirinya dan bagi dirinya
sendiri”, pembahasan ini disebut dengan filsafat Roh.
1.
Fenomenologi Roh
Sebelum membahas tahapan
diatas, penting kita membahas sedikit karya termasyur Hegel yaitu Fenomenologi
Roh. Dalam karyanya ini Hegel menjelaskan bagaimana kesadaran manusia itu
berkembang dalam proses dari tahapan paling rendah ke tahapan yang paling
tinggi.
a.
Kesadaran:
Kepastian
indrawi, bahwa kesadaran pada taraf yang palih bawah adalah suatu pengindraan
atas objek-objek khusus.
b.
Kesadaran diri: kesadaran diri yang paling rendah, yakni hasrat (sikap penguasaan atau
pemuasan kepentingannya). Kesadaran yang libih tinggi adalah “ke-Kita-an” atau
kesadaran sosial. Hegel menjelaskan bahwa ke-kita-an ini dapat dicapai melalui
kontradiksi.
c.
Rasio: pada tahap ini, kontradiksi diatas dapat diatasi yang adalah sintesis
antara kesadaran dan kesadaran diri, sehingga muncul kesadaran universalitas.
d.
Roh: kesadaran itu (universalitas) tak lain dari pada Roh itu sendiri yang
sadar diri. Hegel menunjuk kesadaran moral yang tampil dalam aneka insitusi
sosial merupakan bentuk sintesis yang kurang sempurna.
e.
Religius (agama): pada tahap ini sintesis itu betul-betul dicapai. Dalam tahapan ini
Roh Absolut mengenal dirinya dalm beragama.
2.
Logika (logik)
Logika yang dimaksud Hegel
bukanlah logika yang terpisah dari metafisika, tetapi sebuah metafisika. Disini
Hegel memberikan alasannya, yaitu Yang Absolut itu pikiran Absolut, maka ilmu
tentang berpikir haruslah ilmu tentang realitas atau Yang Absolut. Logika Hegel
berusaha mempelajari kategori-kategori ini dalam arti menjelaskan
hakikat-hakikat pikiran Absolut atau realitas yang terwujud dalam alam dan
sejarah.
3.
Filasafat alam
Dalam filsafat alam mempelajari Yang Absolut telah mengasingkan diri
dalam alam. Sehingga alam tidak lain dari pada alienasi diri. Alam adalah roh
absolute yang belum sadar diri, maka tak ada kebebasan dalam alam.
Alam merupakan tahap dalam kehidupan Yang Absolut sendiri, yakni tahap
eksternalitasnya. Disini Hegel mendapati maslah yang mendasar. Disatu pihak
Hegel tidak setuju kalau Alam disamakan dengan Allah atau Yang Absolut, dan
dipihak lain dari sudut idealistisnya alam objektif tak terlepas dari Yang
Absolut. Disini cukup ditunjukan bahwa kesulitan Hegel ini bersumber dari
pendirian idealistisnya bahwa yang rel itu rasional dan yang rasional adalah
real. Artinya, Alam bagaimanapun adalah ideal, tidak material. Dan yang merupakan
realitas yang sesungguhnya ada adalah yang ideal.
4.
Filsafat Roh
Dalam Filsafat Roh
mempelajari bagaimana Yang Absolut mengenali dirinya kembali, menjadi sesuatu
yang ada “pada dan bagi dirinya”. Filsafat Roh dibagi menjadi tiga bagian. Pada
bagian pertama disebut Roh Subjektif, dan dia juga membagi dalam tiga tahap.
Tahap terendah adalah peralihan dari Alam ke Roh. Peralihan itu terjadi pada
jiwa manusia sebagai subjek yang mengindrai. Tahap kedua adalah kesadaran diri.
Tahap ketiga, membicarakan mengenai pikiran subjrektif.
Kedua, “Roh Objektif” yaitu
Roh yang mengobjektifikasi diri dalam kehidupan sosial. Hegel membagi tiga
tahap: pertama, Hegel berbicara mengenai “Hak” dalam kesadaran subjektif atau
roh subjektif menyatakan dalam hal-hal material. Lalu tahap ini dilanjutkan
dengan sebuah alienasi dari hak itu dalam kontrak. Didalam “kontrak” semua
kesadaran dipersatukan. Kedua tahap diatas lalu disintesiskan pada tahap
ketiga, yaitu moralitas. Moralitas bukanlah kesadaran akan kewajiban yang
konkret, melainkan Hegel telah mengabstraksikan menjadi kehendak bebas yang
sadar pada dirinya sendiri, dari keseluruhan kehidupan etis manusia yang
bersifat subjektif dan objektif. Kesatuan antara subjektivitas dengan
objektivitas, hegel menyebut “die Sttlichkeit” (kesusilaan).
Hegel menjelaskan bahwa
kehidupan moral tampil dalam substansi etis: keluarga, masyarakat sipil dan
Negara. Dalam Roh Objektif, filsafat Hak menjadi filsafat politik. Ketiga
substansi etis itu menjadi sintesis antara subjektivitas dengan objektivitas
yang sudah tercapai dalam moralitas. Serta ketiga substansi etis berkembang
dalam tiga tahap institusional. Keluarga merupakan tahap terendah karena disitu
anggota terikat dengan emosi. Tahap ini akan terancam hancur ketika anak-anak
menjadi dewasa yang rasional, maka tahap berikutnya adalah masyarakat sipil
yang tersusun dari individu-individu yang mencapai tujuan sendiri-sendiri.
Tahap ini pula akan mengalami kehancuran karena masyarakat mengadakan
institusional hukum. Dan tahap selanjutnya sebagai sintesis adalah Negara.
Sejarah adalah proses yang
dilalui Roh untuk menyadari dirinya. Sehingga sejarah merupakan proses kemajuan
kesadaran penuh dan kebebasan. Dalam sistem filsafat Roh dari Hegel, sejarah
mempunyai tempat didalamnya. Didunia ini banyak terdapat Negara, maka
diperlukan perjanjian untuk mengaturnya dan jika perjanjian itu dilanggar, maka
akan terjadi perang. Hegel memberi nilai positif terhadap perang walaupun
perang mengandung ketidakadilan dan penderitaan, namun menurut Hegel perang
merupakan keniscayaan rasional. Dan menurut Hegel, perang adalah
keharusan rasional. Negara merupakan tahap dari yang disebut roh dunia,
interaksi dan kontradiksi-kontradiksi diantara Negara menghasilkan perang.
Hegel berpendapat perang disini justru akan mengerakan dialektika sejarah
menuju Roh dunia.
Tahap ketiga dari filsafat
Roh adalah Roh Absolut. Dari segi epistemologis, Roh Absolut adalah Roh pada
taraf pengetahuan absolut yang dijelaskan Hegel Fenomenologi Roh. Tetapi dari
segi metafisis, Dia adalah Yang Absolut sendiri. Jadi, bagi Hegel Yang Absolut
adalah pengetahuan absolut. Karena pengetahuan didasari oleh manusia, bukan
berarti manusia adalah Absolut, melainkan bahwa Yang Absolut itu menyadari
dirinya sendiri sebagai Roh yang memikirkan dirinya melalui roh manusia. Individu
memiliki kesadaran yang berbeda dari kesadaran diri individu yang lain.
Kesadaran diri subjektif bukan Yang Absolut, melainkan berada dalam Yang
Absolut. Selama individu hanya menyadari dirinya sendiri maka dia belum
memiliki pengetahuan Absolut itu. Pengetahuan Absolut dapat dicapai melalui
sejarah pemikiran menjadi sadar diri, akan tetapi sejarah dilalui banyak
kontradiksi-kontradiksi. Ada konfik antar Negara yang diakhiri perang sebelum
menuju ke Roh Dunia. Dalam Roh Dunia , Roh Absolut atau Pengetahuan Absolut
terjadi antara subjektivitas dan objektivitas pada taraf yang luhur yaitu
“Identitas Absolut” menurut Schelling.
Dalam pandangan Hegel,
seluruh kenyataan merupakan suatu kejadian dan kejadian itu merupakan kejadian
Roh. Dan Roh itu adalah “itu Dia yang Absolut atau Allah. Menurut Hegel, Roh
sebagai realitas Absolut sesungguhnya merupakan suatu ide yang melewati alam.
Sekadar untuk diketahui bahwa dalam memahami alam, Hegel berbeda dengan
Spinoza. Spinoza memahami alam sebagai satu Substansi yang memiliki satu
kesatuan, sedangkan Hegel memahami alam sebagai satu tahap dalam kejadian Roh
Absolut. Oleh karena itu, Hegel mengajukan bahwa dalam Roh mutlak itu terdapat Roh
subyektif, yaitu subyek yang memiliki kesadran terhadap dirinya sendiri. Apa
yang disebut sebagai Roh subyektif ini mengalami suatu perubahan menjadi Roh
obyektif yang menciptakan suatu gambaran tentang hukum, moral, dan lain
sebagainya. Karena Roh ini mengalami perubahan, maka puncak dari perkembangan
Roh ini adalah Roh Absolut sebagai realitas yang sempurna.
Di dalam Roh yang Aboslut
ini, terkandung seni, agama, dan filsafat yang memiliki realitas Absolut atau
Yang Tak Terhingga sebagai obyek perefleksiannya. Ketiganya merefleksikan yang
Absolut itu dalam cara pandang yang berbeda-beda. Misalnya: seni memahami yang
Absolut melalui pengamatan inderawi, yaitu melalui lukisan-lukisan. Melalui
keindahan sebuah karya seni, Hegel melihat bahwa manusia dapat menunjukkan
kemampuannya untuk memahami keindahan alam yang merupakan kesaksian sempurna
terhadap fakta bahwa manusia dapat mengintuisi keindahan. Namun, alam hanyalah
sebagai simbol yang ada dalam pikiran manusia, karena ada yang lebih indah dari
alam, yaitu Allah sebagai realitas murni yang tak terbagi. Demikian juga agama
mamahami Yang Absolut dalam imajinasi, yaitu melalui refleksi atau permenungan
sehari-hari. Sedangkan filsafat memahami Yang absolut melalui rasionalitas atau
pencarian akal budi manusia. Kendatipun ketiga unsur ini memiliki cara
tersendiri untuk memahami Yang Absolut itu, namun mereka mempunyai obyek
pengamatan yang sama, yaitu Allah sebagai realitas murni, tunggal, utuh dan tak
terbatas.
Sumber :
Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx, Pustaka Sastra LKiS,
Yogyakarta, 2004
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Pustaka
Pelajar, 2004
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Pt
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar