NGANGGUNG KHAS BANGKA
BELITUNG
Setiap masyarakat tentunya memiliki
agama sebagai kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga
sebagai pegangan hidup. Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi
oleh kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku
tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada.Kebudayaan sebagai hasil
dari cipta, karsa dan rasa manusia. Tradisi sebagai salah satu bagian dari
kebudayaan menurut pakar hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu
merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sebab yang pasti dalam hubungan antar
individu, ketetapan kebutuhan hak mereka, dan kebutuhan persamaan yang
merupakan asas setiap keadilan menetapkan bahwa kaidah yang dikuatkan adat yang
baku itu memiliki balasan materi, yang diharuskan hukum.
Kaidah ini sesuai dengan naluri
manusia yang tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku
dan perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah
dilakukan pendahulu merekaTradisi-tradisi tersebut dapat disaksikan pada;
’Upacara Tawar Laut/Ketupat Laut’, ’Tahun Baru Cina’, ’Sembahyang Kubur Cina’,
’Sembahyang Pantai’, ’Kawin Massal’,Perang Ketupat’, ’Mandi Belimau’, ’Sedekah
Kampung’,’Rebo Kasan’, ’Nganggung’ dan lainnya yang dilakukan di Kepulauan
Bangka Belitung. Tradisi ini dilakukan sebagai pengungkapan atas rasa syukur
terhadap anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, yang kental dengan
nuansa keagamaan. Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui pertunjukkan
upacara adat pada suatu masyarakat.
Seperti apa yang diperlihatkan
masyarakat Bangka, Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa
dijumpai di Bangka. Karena itu tradisi nganggung dapat dikatakan salah satu
identitas Bangka, sesuai dengan slogan Sepintu Sedulang, yang mencerminkan
sifat kegotong royongan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Nganggung atau Sepintu Sedulang
merupakan warisan nenek moyang yang mencerminkan suatu kehidupan sosial
masyarakat berdasarkan gotong-royong. Setiap bubung rumah melakukan kegiatan
tersebut untuk dibawa ke masjid, surau atau tempat berkumpulnya warga kampung.
Adapun nganggung merupakan suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam
rangka memperingati hari besar agama Islam, menyambut tamu kehormatan, acara
selamatan orang meninggal, acara pernikahan atau acara apapun yang melibatkan
orang banyak. Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang atau talam yang
ditutup tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa untuk dimakan bersama setelah
pelaksanaan ritual agama.
Makanan tersebut dibawa dengan cara
di "anggung" (dipapah di bahu) menggunakan dulang yang ditutup dengan
tudung saji pandan atau daun nipah khas Bangka yang warnanya semarak dengan
motif yang khas pula. Itu sebabnya Kepulauan Bangka Belitung disebut juga
"Negeri Sepintu Sedulang". Meski demikian, ada juga beberapa daerah
yang membawa makanan tersebut dengan rantang. Meski begitu, tetap saja
dinamakan nganggung karena intinya pada saat acara makan-makan bersamanya.
Selain untuk menyambut dan merayakan hari-hari besar keagamaan, nganggung juga
dilakukan untuk menyambut tamu kehormatan, seperti gubernur, bupati atau tamu
kehormatan lainnya. Untuk menghormati tamu istimewa yang datang tersebut.
Biasanya masyarakat menyambut dan menjamu tamu secara bergotong royong yaitu
dengan tradisi nganggung ini.
Nganggung juga sering dilakukan
sebagai ungkapan turut berduka cita atas meninggalnya salah satu warga. Pada 7
hari setelah masa berkabung biasanya masyarakat juga melaksanakan ritual
tahlilan yang diikuti dengan tradisi nganggung untuk menjaga solidaritas dan
turut membantu yang terkena musibah. Dengan tradisi ini kita dapat menunjukkan
rasa kepedulian, kebersamaan, gotong royong dan selalu menjaga serta menjalin
tali kekeluargaan dan hubungan silaturrahim antara sesama. Dari ritual ini,
tercermin betapa masyarakat Bangka menjujung tinggi rasa persatuan dan kesatuan
serta gotong royong, bukan hanya dilaksanakan penduduk setempat melainkan juga
dengan para pendatang.Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga
masyarakat akan mengulurkan tangannya membantu jika ada anggota warganya
memerlukanya. Semua ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa
ini dapat disaksikan, misalnya pada saat panen lada, acara-acara adat,
peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawianan dan kematian. Acara ini lebih
dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu kegiatan setiap rumah mengantarkan
makanan dengan menggunakan dulang, yakni baki bulat besar. Waktu pelaksanaan
nganggung biasanya bervariasi , tidak mutlak harus sama antara satu desa dengan
desa yang lain , tergantung kesepakatan bersama antara penduduk desa
masing-masing. ada desa yang menyelenggarakan nganggung selepas maghrib, ada
yang menyelenggarakannya jam 07.00. Ada pula yang menyelenggarakan kegiatan ini
jam 10.00 pagi , setelah paginya masyarakat bergotong royong membersihkan
mesjid .Dan ada pula desa yang melakukan kegiatan nganggung ini pada jam 16.00
, setelah sholat ashar .
Dalam acara nganggung ini,
setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat sebesar tampah
yang terbuat dari aluminium dan ada juga yang terbuat dari kuningan,timah atau
kayu dan. sekarang sudah agak langka, tapi sebagian masyarakat Bangka masih
mempunyai dulang. sekarang ada pula yang terbuat dari pelastik Didalam dulang
ini tertata aneka jenis makanan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus
dibawa. Kalau nganggung kue, yang dibawa kue, nganggung nasi, isi dulang
nasi dan lauk pauk, nganggung ketupat biasanya pada saat lebaran. Dulang ini
ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari daun, sejenis pandan, dan di cat,
tudung saji ini banyak terdapat dipasaran. Dulang ini dibawa ke masjid, atau
tempat acara yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan dinikmati bersama.
Hidangan ini dikeluarkan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan rasa
bangga.
Laki-laki perwakilan dari setiap
rumah berbondong-bondong membawa dulang mereka ketempat yang sudah disepakati
dengan sebelah tangan setinggi bahu atau sengaja menjadikan bahu sebagai
penopang dulang. Setelah tiba ditempat panitia akan menerima dulang dan
meletakkannya dengan rapi biasanya akan bertukaran dulang dengan maksud saling
menikmati makanan tapi bukan makanan yang kita bawa sendiri dari
rumah.Masyarakat yang mengikuti nganggung duduk berbaris saling berhadapan.dan
tiantara mereka terdapat dulang yang berisi makanan.Selain masyarakat kampung
tak jarang pula orang dari kampung/Desa lain ikut dalam acara ini atau para tau
yang sengaja diundang untuk menghadiri acara nganggung. Sedangkan masyarakat
yang tidak ingin mengikuti acara nganggung di masjid atau balai desa juga dapat
menikmati hidangan dirumah warga.khususnya pada acara nganggung tertentu
seperti peringatan hari besar agama,pesta panen,atau sedekah kampung.
Namun dalam perkembangannya
sekarang, kegiatan nganggung yang masih eksis dipertahankan hanya pada saat
memperingati hari besar agama Islam, dan menyambut tamu kehormatan saja. Dengan
semakin majunya zaman tradisi membawa dulang yang berwarna-warni diatas bahu
dengan berjalan kaki menuju tempat nganggung berganti dengan kendaraan
bermotor.begitupun dengan dulang sebagai tempat makanan nganggung berganti pula
dengan rantang seng atau plastik hal ini mungkin dikarenakan masyarakat bangka
belitung tidak memiliki dulang dan tudung saji sebagai pemanis suasana
nganggung atau sulitnya mencari dulang serta tudung saji yang tempat tumbuh
bahan bakunya semakin berkurang tergerus dengan lahan tambang timah yang
semakin meraja lela.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar