Rabu, 28 Desember 2016

NGANGGUNG KHAS BANGKA BELITUNG

NGANGGUNG KHAS BANGKA BELITUNG


Top of Form
Setiap masyarakat tentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada.Kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia. Tradisi sebagai salah satu bagian dari kebudayaan menurut pakar hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sebab yang pasti dalam hubungan antar individu, ketetapan kebutuhan hak mereka, dan kebutuhan persamaan yang merupakan asas setiap keadilan menetapkan bahwa kaidah yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan materi, yang diharuskan hukum.
Kaidah ini sesuai dengan naluri manusia yang tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu merekaTradisi-tradisi tersebut dapat disaksikan pada; ’Upacara Tawar Laut/Ketupat Laut’, ’Tahun Baru Cina’, ’Sembahyang Kubur Cina’, ’Sembahyang Pantai’, ’Kawin Massal’,Perang Ketupat’, ’Mandi Belimau’, ’Sedekah Kampung’,’Rebo Kasan’, ’Nganggung’ dan lainnya yang dilakukan di Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi ini dilakukan sebagai pengungkapan atas rasa syukur terhadap anugerah yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, yang kental dengan nuansa keagamaan. Pewarisan tradisi tersebut dapat terjadi melalui pertunjukkan upacara adat pada suatu masyarakat.
Seperti apa yang diperlihatkan masyarakat Bangka, Nganggung adalah suatu tradisi turun temurun yang hanya bisa dijumpai di Bangka. Karena itu tradisi nganggung dapat dikatakan salah satu identitas Bangka, sesuai dengan slogan Sepintu Sedulang, yang mencerminkan sifat kegotong royongan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Nganggung atau Sepintu Sedulang merupakan warisan nenek moyang yang mencerminkan suatu kehidupan sosial masyarakat berdasarkan gotong-royong. Setiap bubung rumah melakukan kegiatan tersebut untuk dibawa ke masjid, surau atau tempat berkumpulnya warga kampung. Adapun nganggung merupakan suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam rangka memperingati hari besar agama Islam, menyambut tamu kehormatan, acara selamatan orang meninggal, acara pernikahan atau acara apapun yang melibatkan orang banyak. Nganggung adalah membawa makanan di dalam dulang atau talam yang ditutup tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan ritual agama.
Makanan tersebut dibawa dengan cara di "anggung" (dipapah di bahu) menggunakan dulang yang ditutup dengan tudung saji pandan atau daun nipah khas Bangka yang warnanya semarak dengan motif yang khas pula. Itu sebabnya Kepulauan Bangka Belitung disebut juga "Negeri Sepintu Sedulang". Meski demikian, ada juga beberapa daerah yang membawa makanan tersebut dengan rantang. Meski begitu, tetap saja dinamakan nganggung karena intinya pada saat acara makan-makan bersamanya. Selain untuk menyambut dan merayakan hari-hari besar keagamaan, nganggung juga dilakukan untuk menyambut tamu kehormatan, seperti gubernur, bupati atau tamu kehormatan lainnya. Untuk menghormati tamu istimewa yang datang tersebut. Biasanya masyarakat menyambut dan menjamu tamu secara bergotong royong yaitu dengan tradisi nganggung ini.
Nganggung juga sering dilakukan sebagai ungkapan turut berduka cita atas meninggalnya salah satu warga. Pada 7 hari setelah masa berkabung biasanya masyarakat juga melaksanakan ritual tahlilan yang diikuti dengan tradisi nganggung untuk menjaga solidaritas dan turut membantu yang terkena musibah. Dengan tradisi ini kita dapat menunjukkan rasa kepedulian, kebersamaan, gotong royong dan selalu menjaga serta menjalin tali kekeluargaan dan hubungan silaturrahim antara sesama. Dari ritual ini, tercermin betapa masyarakat Bangka menjujung tinggi rasa persatuan dan kesatuan serta gotong royong, bukan hanya dilaksanakan penduduk setempat melainkan juga dengan para pendatang.Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga masyarakat akan mengulurkan tangannya membantu jika ada anggota warganya memerlukanya. Semua ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat disaksikan, misalnya pada saat panen lada, acara-acara adat, peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawianan dan kematian. Acara ini lebih dikenal dengan sebutan “Nganggung”, yaitu kegiatan setiap rumah mengantarkan makanan dengan menggunakan dulang, yakni baki bulat besar. Waktu pelaksanaan nganggung biasanya bervariasi , tidak mutlak harus sama antara satu desa dengan desa yang lain , tergantung kesepakatan bersama antara penduduk desa masing-masing. ada desa yang menyelenggarakan nganggung selepas maghrib, ada yang menyelenggarakannya jam 07.00. Ada pula yang menyelenggarakan kegiatan ini jam 10.00 pagi , setelah paginya masyarakat bergotong royong membersihkan mesjid .Dan ada pula desa yang melakukan kegiatan nganggung ini pada jam 16.00 , setelah sholat ashar .
 Dalam acara nganggung ini, setiap kepala keluarga membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat sebesar tampah yang terbuat dari aluminium dan ada juga yang terbuat dari kuningan,timah atau kayu dan. sekarang sudah agak langka, tapi sebagian masyarakat Bangka masih mempunyai dulang. sekarang ada pula yang terbuat dari pelastik Didalam dulang ini tertata aneka jenis makanan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus dibawa. Kalau nganggung  kue, yang dibawa kue, nganggung nasi, isi dulang nasi dan lauk pauk, nganggung ketupat biasanya pada saat lebaran. Dulang ini ditutup dengan tudung saji yang terbuat dari daun, sejenis pandan, dan di cat, tudung saji ini banyak terdapat dipasaran. Dulang ini dibawa ke masjid, atau tempat acara yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan dinikmati bersama. Hidangan ini dikeluarkan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan rasa bangga.
Laki-laki perwakilan dari setiap rumah berbondong-bondong membawa dulang mereka ketempat yang sudah disepakati dengan sebelah tangan setinggi bahu atau sengaja menjadikan bahu sebagai penopang dulang. Setelah tiba ditempat panitia akan menerima dulang dan meletakkannya dengan rapi biasanya akan bertukaran dulang dengan maksud saling menikmati makanan tapi bukan makanan yang kita bawa sendiri dari rumah.Masyarakat yang mengikuti nganggung duduk berbaris saling berhadapan.dan tiantara mereka terdapat dulang yang berisi makanan.Selain masyarakat kampung tak jarang pula orang dari kampung/Desa lain ikut dalam acara ini atau para tau yang sengaja diundang untuk menghadiri acara nganggung. Sedangkan masyarakat yang tidak ingin mengikuti acara nganggung di masjid atau balai desa juga dapat menikmati hidangan dirumah warga.khususnya pada acara nganggung tertentu seperti peringatan hari besar agama,pesta panen,atau sedekah kampung.
Namun dalam perkembangannya sekarang, kegiatan nganggung yang masih eksis dipertahankan hanya pada saat memperingati hari besar agama Islam, dan menyambut tamu kehormatan saja. Dengan semakin majunya zaman tradisi membawa dulang yang berwarna-warni diatas bahu dengan berjalan kaki menuju tempat nganggung berganti dengan kendaraan bermotor.begitupun dengan dulang sebagai tempat makanan nganggung berganti pula dengan rantang seng atau plastik hal ini mungkin dikarenakan masyarakat bangka belitung tidak memiliki dulang dan tudung saji sebagai pemanis suasana nganggung atau sulitnya mencari dulang serta tudung saji yang tempat tumbuh bahan bakunya semakin berkurang tergerus dengan lahan tambang timah yang semakin meraja lela.


Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar