Senin, 26 Desember 2016

SUKU LOM BANGKA BELITUNG

SUKU LOM
BANGKA BELITUNG

Negara Republik Indonesia merupakan negara dengan keberagaman, mulai dengan keberagaman hayati, hewani, agama dan suku bangsa. Berbicara tentang suku, Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah suku bangsa terbanyak. Hal ini lah yang menyebabkan bangsa Indonesia rukun dan saling menghargai satu sama lain walaupun dalm keadaan berbeda agama ataupun suku. Suku merupakan suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Dari setiap provinsi yang ada di indenesia, setidaknya lebih dari 1 suku hidup dan tinggal didalam provinsi tersebut. Bangka Belitung misalnya, disana ada satu suku yang bernama suku Lom.  Suku Lom merupakan suku yang berada di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Mengenai  asal-usul suku Lom sendiri, masih dijadikan perbincangan dan perdebatan oleh penduduk setempat, karena suku Lom sendiri tidak memiliki catatan sejarah yang pasti.
Demi mencari asal-usul , seorang tetua adat setempat menceritakan bagaimana asal usul suku ini dari cerita yang di ceritakan lisan secara turun temurun. Akan tetapi, cerita yang di tuturkan secara lisan masih dipertanyakan keakuratannya, karena apapun yang di ceritan secara lisan dan turun temurun pasti akan menyusut setiap waktunya seiring dengan kepergian leluhur sebelumnya. "Saya tidak banyak tahu sehingga sulit menjelaskan dari mana asal- usul nenek moyang kami. Kami percaya, dahulu ada Kek Anta yang sangat sakti. Konon kami ini termasuk keturunannya," ujar Sairin, salah seorang tetua suku Lom.
Tetua disana menyebutkan legenda tentang Kek Anta ,seorang kakek sakti yang dipercaya sebagai moyang mereka dan banyak dihubungkan dengan peninggalan batu yang menyimpan bekas telapak kaki Kek Anta di sekitar Pantai Pejam, Belinyu. "Alkisah, ada seorang sedang mengintip rusa untuk ditombak. Saat itu Kek Anta kebetulan lewat, lalu memanggil si pemburu. Tetapi, orang itu hanya diam saja seperti batu. Kek Anta langsung mengutuknya sehingga benar-benar menjadi batu," tutur Sairin.
Seorang peneliti dari Norwegia yang pernah tinggal selama beberapa tahun di tengah suku Lom, Olaf H Smedal, menulis buku yang menarik, Orang Lom: Preliminary Findings on a Non-Muslim Malay Group in Indonesia (1988). Menurut Smedal, terdapat catatan anonim berangka tahun 1862 yang menceritakan dua legenda asal-usul Suku Lom. Kedua legenda itu masih hidup di tengah suku Lom hingga sekarang.
Salah satu legenda menceritakan, sekitar abad ke-14 Masehi, sebuah kapal yang ditumpangi sekelompok orang dari daerah Vietnam terdampar dan rusak di pantai Tanjung Tuing, Kecamatan Belinyu. Semua penumpang tewas, kecuali dua lelaki dan satu perempuan. Ketiga orang asing itu membuat perkampungan tersendiri di daerah Gunung Pelawan, Belinyu. Legenda lain mengisahkan, suku Lom merupakan keturunan pasangan lelaki dan perempuan yang muncul secara misterius dari Bukit Semidang di Belinyu setelah banjir besar surut.
Ketua Lembaga Adat Provinsi Bangka Belitung Suhaimi Sulaiman memperkirakan, suku Lom merupakan keturunan dari bangsawan Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur, yang lari karena tidak mau memeluk Islam, sekitar abad ke-16 Masehi. Kaum pelarian itu menyeberangi laut untuk mencari penghidupan baru dan terdampar di Tanjung Tuing. Mereka masuk ke pedalaman di daerah Gunung Muda dan membuat perkampungan di tengah hutan yang tersembunyi. Karakter sebagai pelarian membuat suku itu hidup dengan menutup diri dari dunia luar. "Suku itu sering juga disebut sebagai suku Mapur karena tinggal di dekat daerah Mapur," tutur Suhaimi.
Lepas dari semua cerita  itu, sebagian besar masyarakat Kepulauan Bangka Belitung yakin, suku Lom merupakan suku tertua di daerah tersebut. Budayawan muda yang tinggal di PangkalPinang, Willy Siswanto, memperhitungkan, suku Lom berasal dari komunitas Vietnam yang mendarat dan menetap di daerah Gunung Muda, Belinyu, sekitar abad ke-5 Masehi. Jadi, suku itu telah ada jauh sebelum Kerajaan Sriwijaya yang berkembang abad ke-7 Masehi dan kuli kontrak timah dari China berdatangan sekitar abad ke-18 Masehi. "Orang-orang Lom merupakan komunitas yang pertama kali mendiami daerah Bangka Belitung. Tidak ada catatan sejarah yang menceritakan suku lain sebelum suku Lom," papar Willy Siswanto.
Hal lain yang banyak dibicarakan adalah misteri Bubung Tujuh yang berarti tujuh rumah tertua di suku Lom. Masyarakat setempat percaya bahwa terdapat tujuh keluarga yang merupakan keturunan pertama dari nenek moyang suku. Setelah ayah-ibunya meninggal, ketujuh keluarga itu membuat rumah sendiri sebanyak tujuh rumah di kaki bukit di tengah hutan. Rumah itu berbentuk rumah panggung yang tinggi dengan atap daun nipah. Beberapa kalangan percaya, Bubung Tujuh sering menampakkan diri pada orang-orang tertentu pada malam tertentu. Mitos itu begitu menggoda sehingga masyarakat yang mengunjungi suku Lom sering penasaran dan selalu menanyakan misteri ini. Namun, bagi suku Lom sendiri, Bubung Tujuh sudah jadi mitos yang terlalu dibesar-besarkan.
"Saya orang Lom asli dan hidup bersama sejak masih tinggal di hutan-hutan sampai menetap di perkampungan. Tetapi, sampai sekarang saya tidak pernah menyaksikan Bubung Tujuh. Itu terlalu dikarang-karang oleh orang luar saja," tandas Ny Uded alias Tem. Tem, ibu kandung Kepala Dusun Air Abik, Tagtui, merupakan penganut adat yang telah berusia 80 tahun.
Menurut legenda, mulanya suku Lom hidup secara berkelompok di tengah hutan dan sering berpindah-pindah mengikuti pembukaan ladang baru. Gaya hidup itu menyulitkan aparat pemerintah setempat, terutama dalam melakukan pendataan penduduk secara rutin. Sekitar tahun 1973 pemerintah Orde Baru menggiatkan Proyek Perkampungan Masyarakat Terasing (PKMT) dengan membangun sekitar 75 rumah semipermanen di daerah Dusun Air Abik. Rumah proyek itu berbentuk rumah kayu beratap genteng, berukuran sekitar 4 x 4 meter.
Rumah tersebut baru ditempati sekitar tahun 1977, dan sekarang telah menjadi kampung yang dihuni sekitar 139 keluarga. Mereka ini sering disebut sebagai "Lom Luar" karena telah hidup menetap di satu tempat dan bisa ditemui oleh orang luar sewaktu- waktu.
"Awalnya kami masih senang tinggal di hutan dan terus berpindah-pindah. Tetapi, Presiden Soeharto itu baik hati karena mau menyediakan rumah gratis, memberi bahan makanan, gula, dan kopi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah lima tahun dibangun, akhirnya kami mau menempati kampung ini," tutur Tem.
Di luar kampung itu, masih ada sekitar 40 keluarga yang tetap memilih hidup berpindah-pindah dan mengandalkan hidup dari ladang berpindah. Mereka yang disebut "Lom Dalam" ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil atau sendiri di tengah hutan yang lebat dengan jarak antarkelompok sekitar dua sampai lima kilometer.
Perumahan komunitas "Lom Dalam" masih semi permanen, berupa rumah panggung dengan dinding kulit kayu dan atap daun nipah. Kehadiran mereka sulit dilacak karena mereka bisa berpindah sewaktu-waktu tanpa diduga, dan perpindahan itu menggunakan jalan tikus di tengah hutan yang bercabang-cabang dan membingungkan. Bagi orang luar yang kurang memahami daerah itu, keberadaan mereka menjadi misterius, antara ada dan tidak ada. Banyak orang bilang, suku Lom Dalam misterius. Padahal sesungguhnya mereka hanya sulit dicari karena cenderung bersembunyi dan terus berpindah-pindah tempat. Karakter kaum pelarian masih melekat dalam benak mereka sehingga mereka menghindari kemapanan yang mudah dilacak orang asing
Sekilas, perkampungan di Air Abik hampir tidak jauh berbeda dengan perkampungan suku Melayu atau masyarakat China peranakan di daerah Belinyu. Meski kondisi beberapa rumah proyek masih tetap utuh sebagaimana pertama kali dibangun 28 tahun lalu, tetapi beberapa rumah telah dipugar menjadi rumah tembok permanen yang mentereng.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar