Filsafat
seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk semang dari ilmu-ilmu.
Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batas-batas
dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai. Filsafat
telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga
membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena
kemanusiaan. Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya melepaskan diri dari
batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti
metodologinya sendiri-sendiri.
Dalam
kajian sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah mengantarkan
dalam berbagai fase kehidupan . Sejak zaman kuno, pertengahan dan modern
sekarang ini telah melahirkan sebuah cara pandang terhadap gejala alam dengan
berbagai variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase kehidupan
primitip–klasik dan kuno menuju manusia modern telah melahirkan lompatan
pergeseran yang sangat signifikan pada masing-masing zaman. Disinilah pemikiran
filosofis telah mengantarkan umat manusia dari mitologi oriented pada satu arah
menuju pola pikir ilmiah, perubahan dari pola pikir mitosentris ke logosentris dalam
berbagai segmentasi kehidupan.
Kelahiran
filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan
mitologi yang akhirnya lenyap dan berganti rasiolah yang lebih
mendominasi. Zaman Yunani kuno merupakan zaman keemasan filsafat. Karena
pada masa itu, orang-orang berhak mengungkapkan ide-idenya. Di zaman Yunani
kuno didominasi oleh peranan akal/rasio. Dengan filsafat, pola pikir bergantung
pada rasio. Di zaman tersebut banyak filsuf-filsuf yang berperan dalam
perkembangan filsafat, mereka memiliki pemikiran yang berbeda-beda dalam
berfilsafat. Dalam makalah ini, akan diuraikan pemikiran salah seorang filsuf
zaman Yunani kuno, yaitu Anaximander. Sebagaimana filsuf-filsuf yang lain,
Anaximander juga memiliki pemikiran tersendiri mengenai filsafat dalam ajaran
pengenalan. Pemikirannya pun memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
orang-orang di masanya.
Anaximandros
atau Anaximander adalah seorang filsuf dari Mazhab
Miletos dan merupakan murid dari Thales. Sama dengan
gurunya, ia hidup pada abad ke-6 SM di Miletus dan Anaximenes tergolong
sebagai filsuf-filsuf dari Miletos yang menjadi perintis filsafat
Barat.. Ia lebih muda daripada Thales dengan selisih 15 tahun, namun ia
meninggal lebih muda. Sebagai filosof, dia lebih besar daripada gurunya, ia
ahli dalam bidang ilmu astronomi dan ilmu bumi. Anaximandros adalah filsuf
pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa Akan tetapi, dari
tulisan Anaximandros hanya satu fragmen yang masih tersimpan hingga kini.
Menurut Apollodorus,
seorang penulis Yunani kuno, Anaximandros (610-546 SM) telah berumur 63
tahun pada saat Olimpiade ke-58 yang dilaksanakan tahun 547/546
SM.Karena itu, diperkirakan Anaximandros lahir sekitar tahun 610 SM. Kemudian
disebutkan pula bahwa Anaximandros meninggal tidak lama setelah Olmpiade
tersebut usai, sehingga waktu kematiannya diperkirakan pada tahun 546 SM.
Menurut tradisi Yunani kuno, Anaximandros memiliki jasa-jasa di dalam bidang
astronomi dan geografi. Misalnya saja, Anaximandros dikatakan sebagai orang yang
pertama kali membuat peta bumi. Usahanya dalam bidang geografi dapat dilihat
ketika ia memimpin ekspedisi dari Miletos untuk mendirikan kota perantauan baru
ke Apollonia di Laut Hitam.
Selain itu, Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari
sederhana yang dinamakan gnomon.Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan
terjadi gempa bumi. Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti
gerhana, petir, dan juga mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula
manusia. Kendati ia lebih muda 15 tahun dari Thales, namun ia meninggal dua
tahun sebelum gurunya itu.
Meskipun
Anaximandros merupakan murid Thales, namun ia menjadi terkenal justru karena
mengkritik pandangan gurunya mengenai air sebagai prinsip dasar (arche) segala
sesuatu.Menurutnya, bila air merupakan prinsip dasar segala sesuatu, maka
seharusnya air terdapat di dalam segala sesuatu, dan tidak ada lagi zat yang
berlawanan dengannya. Namun kenyataannya, air dan api saling berlawanan
sehingga air bukanlah zat yang ada di dalam segala sesuatu. Karena itu,
Anaximandros berpendapat bahwa tidak mungkin mencari prinsip dasar tersebut
dari zat yang empiris. Prinsip dasar itu haruslah pada sesuatu yang lebih
mendalam dan tidak dapat diamati oleh panca indera. Anaximandros mengatakan
bahwa prinsip dasar segala sesuatu adalah to apeiron.To apeiron berasal
dari bahasa Yunani a=tidak dan eras=batas. Ia
merupakan suatu prinsip abstrak yang menjadi prinsip dasar segala sesuatu. Ia
bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala sesuatu. Dari
prinsip inilah berasal segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai
unsur-unsur yang berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah,
malam dan terang). Kemudian kepada prinsip ini juga semua pada akhirnya akan
kembali.
Dengan
prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam
semesta. Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu
yang berlawanan, yang terus berperang satu sama lain. Yang panas membalut yang
dingin sehingga yang dingin itu terkandung di dalamnya. Dari yang dingin itu
terjadilah yang cair dan beku.Yang beku inilah yang kemudian menjadi
bumi. Api yang membalut yang dingin itu kemudian terpecah-pecah pula.
Pecahan-pecahan tersebut berputar-putar kemudian terpisah-pisah sehingga
terciptalah matahari, bulan, dan bintang-bintang. Bumi dikatakan berbentuk
silinder, yang lebarnya tiga kali lebih besar dari tingginya. Bumi tidak jatuh
karena kedudukannya berada pada pusat jagad raya, dengan jarak yang sama dengan
semua benda lain.
Mengenai
bumi, Thales telah menjelaskan bahwa bumi melayang di atas lautan. Akan tetapi,
perlu dijelaskan pula mengenai asal mula lautan. Anaximandros menyatakan bahwa
bumi pada awalnya dibalut oleh udara yang basah. Karena berputar terus-menerus,
maka berangsur-angsur bumi menjadi kering. Akhirnya, tinggalah udara yang basah
itu sebagai laut pada bumi.
Mengenai
terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada awalnya
bumi diliputi air semata-mata. Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di
bumi adalah hewan yang hidup dalam air, misalnya makhluk seperti ikan. Karena
panas yang ada di sekitar bumi, ada laut yang mengering dan menjadi daratan. Di
ditulah, mulai ada makhluk-makhluk lain yang naik ke daratan dan mulai
berkembang di darat. Ia berargumentasi bahwa tidak mungkin manusia yang menjadi
makhluk pertama yang hidup di darat sebab bayi manusia memerlukan asuhan orang
lain pada fase awal kehidupannya. Karena itu, pastilah makhluk pertama yang
naik ke darat adalah sejenis ikan yang beradaptasi di daratan dan kemudian
menjadi manusia.
Filsafat
memberikan beberapa tujuan bagi kehidupan manusia, salah satu diantaranya yaitu
dengan berfikir filsafat seseorang bisa lebih menjadi manusia, lebih mendidik
dan membangun diri sendiri. Filsafat memiliki fungsi memberikan petunjuk dan
arah dalam perkembangan keilmuan. Dengan penggunaan filsafat, seseorang akan
mampu untuk berfikir secara sistematis dalam menghadapi suatu hal, dan di sisi
lain ia juga akan memiliki konsep pemikiran secara menyeluruh.
Filsafat
di Yunani memiliki pemikiran yang berbeda-beda di setiap zamannya. Beberapa
tokoh ikut berperan penting dan mempengaruhi pemikiran orang-orang pada masa
tersebut. Zaman Yunani Kuno merupakan zaman keemasan filsafat, karena pada
zaman tersebut orang-orang memiliki kebebasan dalam mengungkapkan pendapatnya.
Namun, zaman Yunani Kuno masih sangat di dominasi oleh peranan akal di
bandingkan hati. Salah satu tokoh filsuf zaman Yunani Kuno ialah Anaximander.
Anaximander memiliki argument untuk membuktikan bahwa subtansi asali itu bukan
air atau subtansi lain. Misal saja subtansi itu bersifat asali, maka subtansi
itu akan mengalahkan yang lain. Anaximander mengatakan bahwa unsur-unsur yang
telah dikenal itu saling beroposisi seperti udara bersifat dingin, air bersifat
dingin, dan api bersifat panas. Karenanya, jika salah satu dari subtansi
tersebut adalah asali maka subtansi-subtansi yang lain tentu sudah punah saat
ini. Dengan demikian subtansi asali hanya bersifat netral di tengah
perselisihan tokoh dari Trio Miletus ini.
Dari
beberapa pemikiran di atas menunjukan bahwa di dalam filsafat terdapat beberapa
kebenaran (lebih dai satu kebenaran) tentang satu persoalan. Sebabnya adalah
bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argument
yang digunakan, bukan terletak pada konklusi. Di sini sudah kelihatan
bibit relativisme yang kelak dikembangkan dalam filsafat sofisme.
Sumber
:
http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2011/08/03/epistemologi-filsafat-pengetahuan/
http://adiysincollege.blogspot.com/2012/04/biografi-ilmuan-terkenal.html
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/21/pemikiran-anaximander/
http://filsafat-pemula.blogspot.co.id/2014/05/anaximander_16.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar