Senin, 26 Desember 2016

BELAJAR DARI ‘MASYARAKAT’ SEMUT UNTUK MASYARAKAT MADANI

BELAJAR DARI ‘MASYARAKAT’ SEMUT UNTUK MASYARAKAT MADANI
Semut ? siapa yang tidak kenal dengan semut serta karakter nya? Semut adalah jenis serangga kecil yang dikenal dengan kehebatan kerjasama antar sesame semut dalam segala hal, mulai dari mencari makan sampai ke keamanan kerajaan semut. Semut yang dianggap hewan yang mengganggu keberadaan manusia juga memiliki nilai yang tidak kalah perlu diteladani dalam memenuhi kehidupannya. Karakter keseharian semut yang ditunjukkan perlu kita ambil sari positifnya untuk melangkah dalam dunia nyata dan keseharian kita dalam bermasyarakat dan berbangsa.
Seperti yang dikisahkan dalam Surah An-naml, 27 : 15-19 :
“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan keduanya mengucapkan, segala puji bagi Allah yang melebihkan kami atas kebanyakan hamba-Nya yang beriman”. Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata, ‘Hai manusia kami telah diberi pengertian tentang ucapan burung dan kamiberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar satu karunia yang nyata’. Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka di atur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah kedalam sarang-sarang kalian, agar kalian tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkanmereka tidak menyadari.” Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdo’a, Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkaku anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang Ibu-bapakku, dan untuk mengerjakan ammal saleh yang Engkau ridhai. Dan masukkanlahakau dengan rahmat-Mu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. Berdasarkan kisah di atas dalam Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Hal 223-224) dijelaskan :
Penelitian para peneliti tentang kehidupan semut menunjukkan bahwa ia mempunyai keajaiban dalam kehidupan dan pengaturan segala urusannya. Ia menjadikan perkampungan di dalam tanah dan membangun rumah-rumahnya terdiri atas, atap, ruang tengah dan kamar-kamar yang bbertingkat-tingkat. Ia memnuhi ruangannya dengan bii-bijian , sebagai makanan pokok dimusim dingin dan menyembunyikannya di tempat tinggal yang berkelok kE atas untuk menghindarkannya dari air hujan.
Ayat ini menggugah akal untuk memperhatikan kerapian dan pengaturan serta kepemimpinan yang baik yang di anugerahkan Allah kepada semut. Semut yang menyeru dan mengumpukan kawan-kawanya menunjukkan bagaimana ia memimpin dan mengatur urusannya, ia telah melakukan seperti apa yang dilakukan oleh para raja, mengatur dan memimpin rakyatnya.
Al-Kitab menceritakan hal itu, tidak lain agar menjadi tamsil ibarat bagi orang yang berakal, sehingga mereka memahami kedaan makhluk ini, bagiamana semut mangumpulkan kawan-kawanya untuk lari karena takut binasa, sebagaimana mengumpulkan mereka untuk mencari kebutuhannya, dan bahwa suatu umat yang dalam mengatur urusannya tidak sampai kepada seperti apa yng dilakukan oleh binatang, ini benar-benar suatu umat yang bodoh dan sesat dalam lembah kesesatan, kedaanya lebih hina disbanding binatang serangga dan kutu rayap.
Menganalisis karak ter masyarakat madani, di jelaskan bahwa “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali Imran [3]: 110)”.
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.      Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat  melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.      Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.      Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.      Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5.      Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6.      Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu  mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7.      Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerinthana demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Banyak karakter positif semut dan hebatnya karakter semut yang seakan sudah menjadi filosofi hidup para semut, dapat dijadikan pedoman untuk bermasyarakat. Memang filosofi itu sangat sederhana, namun jika kita dapat menerapkannya, akan kita dapatkan banyak pelajaran.
Beberapa karakter positif semut yang dapat kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain :
1.      Semut selalu bekerjasama.
Coba Anda perhatikan cara kerja semut, mulai dari mengangkat sebutir nasi sampai memakannya. Mereka selalu bekerja sama. Sebutir nasi yang cukup berat bagi semut, diangkat beramai-ramai ke tempat mereka. Begitu seterusnya hingga butiran nasi yang mereka angkut mencukupi kebutuhan makan mereka. Kemudian mereka akan menyantapnya pula bersama-sama. Kerjasama dan kekompakan para semut bisa Anda jadikan teladan. Misalnya, saat tetangga kita mengalami kesulitan, maka kewajiban kitalah untuk membantu. Dan hasilnya bukan untuk kepentingan pribadi namun demi kepentingan kelompok atau bersama.
2.      Semut saling peduli.
Kebiasaan semut yang saling bersentuhan (mungkin dalam bangsa manusia, menegur atau bersalaman) jika bertemu, menandakan bahwa bangsa semut memiliki kepedulian dan keakraban yang tinggi. Mereka merasa bahwa tidak ada yang berbeda di antara mereka. Dalam bermasyarakat, sentuhan yang berarti ‘care’ memberi arti tersendiri bagi orang disekita kita . Bayangkan, apa jadinya jika di masyarakat Anda, sudah tidak saling peduli? Sangat menyiksa bukan..? Maka sikap ini dapat ditumbuhkan untuk menjaga kekompakan dan menumbuhkan iklim bermasayarakat yang kondusif.
3.      Semut tidak pernah menyerah.
Bila Anda menghalang-halangi dan berusaha menghentikan langkah para semut, mereka selalu akan mencari jalan lain. Mereka akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau mengelilinginya. Mereka terus mencari jalan keluar. Suatu filosofi yang bagus, bukan? Maka dalam bermasyarakat ketika kita dihadapkan pada berbagai permasalahan sangat di anjurkan menyelesaikan masalah tersebut secara bersama, dengan berbagai macam cara, dimana prinsip musyawarah (tabayun) duduk bersama untuk menyelesaikan masalah sangat di anjurkan dalam islam .Jangan sekali-kali menyerah untuk membuat keputusan secara sepihak yang nantinya akan sanggat mengganggu dalam pencapaian kehidupan bermasyarakat yang selaras dan seimbang.
4.      Semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin.
Ini adalah cara pandang yang penting. Kita tidak boleh menjadi begitu naif dengan menganggap musim panas akan berlangsung sepanjang waktu. Semut-semut mengumpulkan makanan musim dingin mereka di pertengahan musim panas. Karena sangat penting bagi kita untuk bersikap realitis. Di musim panas Anda harus memikirkan tentang halilintar. Anda seharusnya memikirkan badai sewaktu Anda menikmati pasir dan sinar matahari. Berpikirlah ke depan, seperti halnya ’sedia payung sebelum hujan’.
Kondisi emut menganggap semua musim dingin sebagai musim panas. Ini juga penting. Selama musim dingin, semut mengingatkan dirinya sendiri, “Musim dingin takkan berlangsung selamanya. Segera kita akan melalui masa sulit ini.” Maka ketika hari pertama musim semi tiba, semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin, mereka masuk lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari sarang mereka.
Dengan bahasa lain, filosofi semut dapat kita teladani dalam kehidupan bermasyarakat, menjaga kerjasama, kekompakan, saling peduli, kerja keras, pantang menyerah, dan optimis memandang masa depan. Perujukan masyarakat Madinah sebagai kerangka acuan dalam membangun tatanan masyarakat Muslim modern merupakan keharusan. Dengan alasan, masyarakat Madinah adalah umat yang terbaik dalam pandangan Allah. Friman-Nya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali Imran [3]: 110).
Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).
Perujukan terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi masyarakat ideal ini. Seperti, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar yang sejalan dengan petunjuk Ilahi, maupun persatuan yang kesatuan yang ditunjuk oleh ayat sebelumnya (lihat, QS. Ali Imran [3]: 105). Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik sebagaimana yang tercermin dalam QS an-Nahl [16]: 125.
Dalam rangka membangun “masyarakat madani modern”, meneladani Nabi bukan hanya penampilan fisik belaka, tapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan dengan sesama umat Islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur lainnya. Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai sebuah masyarakat yang mengamalkan budaya hidup murni berteraskan keadilan, keihsanan dan kebenaran dalam semua aspek kehidupan seperti sosio-budaya, ekonomi dan politik.  Ia adalah masyarakat yang menghormati hak-hak asasi manusia dan amalan demokrasi yang berpaksikan kehidupan beragama, berakhlak dan keutamaan menunaikan tanggung jawab individu dan masyarakat bagi memelihara serta mempertahankan kesejahteraan dan keamanan berlandaskan undang-undang.  Masyarakat madani juga sebuah masyarakat yang memberi keutamaan kepada keperluan asas, dinamika budaya, kecerdasan dan perkembangan ekonomi, menjaga persekitaran dan mewujudkan pembabitan aktif di kalangan rakyat daripada pelbagai sudut.  Ia juga sebuah masyarakat yang menyanjung tinggi perkembangan serta penghayatan ilmu, pembentukan peribadi mulia, kaya dengan daya cipta yang kreatif dan inovatif.          
Model bagi masyarakat madani daripada perspektif Islam meletakkan kedaulatan rakyat terbanyak sewajarnya dihormati tetapi tidak bertentangan dengan kedaulatan suci dan murni dari  pada Allah swt.  Ia menekankan kepada hak asasi berteraskan martabat kemanusiaan, bentuk kerajaan yang berteraskan keadilan dan membenarkan kritikan daripada pelbagai lapisan rakyat.  Bentuk persaingan yang sihat digalakkan dan mengutamakan pendekatan damai berbanding permusuhan dan peperangan.  Menurut Anwar (1997), masyarakat madani menjadi penting berikutan proses transformasi dalaman selepas berdekad menghadapi penjajahan kuasa Barat.  Dengan itu, peribadi Asia yang bakal muncul hasil pertembungan dengan budaya Barat akan mempertahankan pandangan hidup, peradaban dan prinsip akhlaknya.   “Salah satu tanda transformasi tersebut adalah perdebatan yang rancak tentang demokrasi dan masyarakat madani.  Telah timbul kesedaran bahawa tidak memadai Asia muncul sebagai naga ekonomi, ia juga perlu bergerak untuk membina kekuatan moral dalam pembentukan desa sejagat.  Perdebatan ini berlaku di kalangan generasi baru, cendekiawan, aktivis masyarakat, seniman dan ahli politik yang memiliki keyakinan diri dan mendukung kesejagatan nilai demokrasi.  Meskipun perkara ini sering dihubungkan dengan Barat tetapi bagi Asia perbahasan ini sebenarnya berakar umbi pada tradisi dan budayanya yang kaya.”.
Sumber :
Coyne, Mark S. 1999. Soil Microbiology: An Exploratory Approach. Delmar Publisher, USA.
Pelczar, Michael J. 1999. Microbiology. McGRAW-HILL INTERNATIONAL EDITIONS,                 USA.
Waluyo, Lud. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM PRESS, Malang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar